KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN IPA DI SD
Meylani C. Mamonto
Wawan Suprianto Nadra
Pendidikan IPA mulai diajarkan pada tingkat sekolah dasar
dan berperan penting dalam keseluruhan proses pendidikan. Sebagaimana tercantum
dalam UU No.2 tahun 1989 Pasal 37 ayat 3 dalam Poedjiadi (2007: 112) menyatakan
bahwa "pengantar IPA (sains) dan teknologi merupakan bahan yang harus
dikaji sejak siswa belajar pada tingkat pendidikan dasar". Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang
harus diajarkan pada tingkat pendidikan dasar serta harus ditekuni dan dikuasai
oleh siswa, karena sains (IPA) merupakan fondasi teknologi.
Ruang lingkup mata pelajaran Sains
meliputi dua aspek: Kerja ilmiah dan Pemahaman Konsep dan Penerapannya. Kerja
ilmiah mencakup: penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan
kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah; sedangkan Pemahaman
Konsep dan Penerapannya. mencakup: Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu
manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas;
Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana; Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya,
dan benda-benda langit lainnya; serta Sains, Lingkungan, Teknologi, dan
Masyarakat (salingtemas) yang merupakan penerapan konsep sains dan saling
keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan
suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.
Kelimanya merupakan dasar bidang fisika, kimia, dan
biologi. Meskipun area tersebut merupakan materi pembelajaran IPA, belajar
tidak hanya melibatkan masalah pengetahuan. Pembelajaran IPA terutama
lebih menekankan aspek proses bagaimana siswa belajar dan efek dari
proses belajar tersebut bagi perkembangan siswa itu sendiri. Pembelajaran IPA
melibatkan keaktifan siswa, baik aktivitas fisik maupun aktivitas
mental, dan berfokus pada siswa, yang berdasar pada pengalaman
keseharian siswa dan minat siswa. Pembelajaran IPA di SD mempunyai tiga tujuan
utama : mengembangkan keterampilan ilmiah, memahami konsep IPA, dan
mengembangkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai yang terkandung dalam
pembelajarannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
Dari IPA?
2.
Apa Kendala
Pembelajaran IPA?
3.
Apa Itu
Karakteristik Pembelajaran IPA?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
apa itu ipa
2.
Untuk Mengetahui
Kendala Pembelajaran IPA
3.
Untuk Mengetahui
Karakteristik Pembelajaran IPA
Pengertian
IPA
Ilmu
pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris yaitu natural science, artinya
ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan
dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan
alam (IPA) atau science
dapat disebut sebagai ilmu tentang
alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam ini. Menurut
Rom Harre (Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis, 1993: 4), Science is a collection of well attested theories
which explain the
patterns and regularities among carefully studied phenomena. Bila diterjemahkan
secara bebas artinya sebagai berikut: IPA adalah kumpulan
teori yang telah diuji kebenarannya yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam
yang diamati secara seksama. Pendapat
Harre ini memuat dua hal yang penting yaitu Pertama, bahwa IPA suatu kumpulan pengetahuan yang
berupa teori-teori. Kedua, bahwa teori-teori
itu berfungsi untuk menjelaskan gejala alam. Lebih
lanjut Jacobson & Bergman (1980: 4), mendefinisikan IPA sebagai berikut: “ Science is the
investigation and interpretation of events in
the natural, physical environment and within our bodies”.
IPA merupakan
penyelidikan dan interpretasi dari kejadian alam, lingkungan fisik, dan tubuh kita. Seperti halnya
setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan
jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala)
alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan
pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal
ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler
(Usman Samatowa, 2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam
dan kebendaan yang sistematis yang
tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.
Bagai mana siswa sekolah dasar belajar ipa?
Belajar
merupakan proses aktif (Rodriguez, 2001). Anak belajar dengan cara
mengonstruksi hal yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang diketahuinya,
bukan menerima suatu hal dengan pasif. Pengertian ini berakar dari perspektif
konstruktivisma. Konstruktivisma sendiri banyak dijumpai di berbagai bidang
antara lain psikologi, filosofi, sosiologi, dan pendidikan, serta menimbulkan
implikasi yang berarti dalam pembelajaran IPA.
Hal ini menimbulkan pertanyaan bahwa
bagaimana cara membuat siswa belajar aktif ? Dan pertanyaan ini sangat
menentukan cara mengajar dan pembelajaran IPA di SD, bahwa pembelajaran IPA
tidak hanya penentuan dan penguasaan materi, tetapi aspek apa dari IPA yang
perlu diajarkan dan dengan cara bagaimana, supaya siswa dapat memahami konsep
yang dipelajari dengan baik dan terampil untuk mengaplikasikan secara logis
konsep tersebut pada situasi lain yang relevan dengan pengalaman kesehariannya.
Minat siswa pada IPA juga
penting untuk belajar IPA yang efektif, terutama untuk mengembangkan rasa
percaya diri dalam berpendapat, beralasan, dan menentukan cara untuk mencari
tahu jawabannya. Apabila demikian halnya, selama enam tahun siswa akan
mempunyai pengalaman belajar yang bermakna sehingga pada tahap ini siswa mampu
mengembangkan sikap dan nilai-nilai dari pembelajaran IPA. Siswa yang berminat
pada IPA akan merasakan bahwa belajar IPA itu menyenangkan sehingga akan
antusias mengenai bagaimana pelajaran IPA berimbas pada pengalaman
kesehariannya (Murphy and Beggs, 2003). Bagaimana memantik minat dan motivasi
pada siswa yang kurang menyukai pelajaran IPA ?
Strategi
pembelajaran IPA
Hands-on
and minds-on approaches Belajar efektif dengan melakukan
”aktivitas” (learning by
doing). Meskipun demikian, esensi
”aktivitas” dalam pembelajaran IPA adalah
”aktivitas belajar” (Fleer, 2007). Dalam prakteknya tidak jarang bahwa
”aktivitas” (hands-on science) itu sendiri tidak disertai dengan belajar
(Bodrova and Leong, 2007). Dalam artikelnya, Osborne (1997) bertanya secara
provokatif: ”Is doing science the best way to learn science?” Oleh karena itu,
guru perlu memberikan kesempatan bagi siswa untuk menginterpretasi konsep (minds-on
approach) (Keogh and Naylor, 1996). Menempatkan siswa pada pusat proses
pembelajaran
Metoda
mengajar tradisional dengan pendekatan ekspositori sebaiknya mulai dikurangi.
Guru yang hanya men-transmisi pengetahuan kurang menstimulasi siswa untuk
belajar secara aktif. Hal ini bukan berarti bahwa metoda ceramah tidak baik,
atau siswa tidak mengalami proses belajar. Variasi proses pembelajaran lebih
memicu siswa untuk aktif belajar (Rodriguez, 2001). Menempatkan siswa pada
pusat poses pembelajaran berarti memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengonstruksi hal yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang diketahuinya
dan menginterpretasi konsep, bukan memberikan informasi melalui buku teks
(Dickinson, 1997).
Identifikasi
pengetahuan awal dan kesalahpahaman siswa Hal ini sama sekali tidak mudah karena beberapa faktor
menyebabkan siswa SD tidak dapat mengartikulasi dengan baik apa yang
diketahuinya. Meskipun demikian, berangkat dari apa yang siswa ketahui
bermanfaat untuk menentukan rencana pembelajaran yang efektif (Harlen, 1996).
Kendala
pembelajaran IPA
Pendekatan
konstruktivisma dalam pembelajaran IPA tidak mudah diimplementasikan. Persepsi
mengenai peran guru di kelas, peran sekolah dalam pendidikan anak, persepsi dan
harapan orang tua terhadap guru dan sekolah masih sangat kontradiktif dengan
perspektif konstruktivisma dan sangat sukar
untuk mengubah paradigma yang berpandangan bahwa guru adalah satu-satunya
sumber belajar.
Keterbatasan
guru dalam bidang pengetahuan ilmiah dan perasaan kurang percaya diri untuk
mengajar IPA merupakan kendala yang lain. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru
SD merupakan guru kelas yang mengajar beberapa mata pelajaran (high workload).
Persepsi guru terhadap IPA juga sangat menentukan pembelajaran IPA. Guru yang
memandang IPA sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau teori belaka menyebabkan
pembelajaran IPA yang kurang bermakna. Walaupun guru memegang kuat komitmen
untuk mendidik siswa dan memandang bahwa siswa perlu belajar IPA, guru menjadi
kurang antusias dan tidak yakin akan kemampuan mereka dalam pembelajaran IPA.
Hal ini kurang menstimulasi siswa untuk belajar secara aktif (Dickinson, 1997).
Komitmen untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA merupakan langkah penting
dalam mewujudkan proses pembelajaran yang efektif (Tobin, Briscoe, and Holman,
1990).
Masalah
tersebut, ditambah sistem ujian akhir nasional yang sangat menekankan pada
pemahaman konsep, merupakan suatu dilemma. Sistem tersebut mengakibatkan IPA
diajarkan hanya sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau teori (body of
knowledge), terutama pada kelas 5 dan 6. Guru merasa perlu mempersiapkan
siswa menghadapi ujian akhir nasional dengan cara drilling supaya mereka
dapat tepat menjawab soal. Dedikasi guru untuk memberikan pengalaman belajar
yang bermakna bagi siswa pada bidang IPA dan memberikan bekal nilai-nilai
ilmiah yang terkandung dalam pembelajaran IPA menurun tajam bersamaan dengan
tahap persiapan menghadapi ujian.
Di samping itu, jumlah siswa dalam kelas
merupakan kendala utama pembelajaran IPA. Jumlah siswa di atas 20 anak dalam
satu kelas menyebabkan guru kesulitan untuk mengatasi masalah perbedaan
kemampuan individu. Contoh kendala lain adalah ketersediaan waktu;
ketidakcocokan antara kurikulum, pembelajaran, dan evaluasi; keterbatasan
sumber belajar; pola hubungan antara guru dan siswa; dan lain-lain.
Karakteristik
IPA
Istilah
Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains
ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti ”saya tahu”.
Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti
pengetahuan. Science kemudian berkembang menjadi social science yang
dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural
science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam
(IPA).
Dalam kamus
Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai systematic and
formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on
observation and induction yang diartikan bahwa “ilmu pengetahuan alam
didefinisikan sebagai pengetahuan yang sistematis dan disusun 18 Pengembangan Pembelajaran IPA SD. dengan menghubungkan gejala-gejala
alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi”. Sumber lain menyatakan bahwa natural
science didefinisikan sebagai a pieces of theoritical knowledge atau
seje-nis pengetahuan teoritis.
IPA
merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan
sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh
dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan
bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian
bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan
klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang
bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis
data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA
merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta,
konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian
kegiatan dalam metode ilmiah. Dalam perkembangan selanjutnya, metode ilmiah
tidak hanya berlaku bagi IPA tetapi juga berlaku untuk bidang ilmu lainnya. Hal
yang membedakan metode ilmiah dalam IPA dengan ilmu lainnya adalah cakupan dan
proses perolehannya.
IPA
meliputi dua cakupan yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. Science
is both of knowledge and a process (Trowbridge and Sund, 1973:2). Secara
umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen. Namun dalam hal-hal
tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang
terjadi di alam Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar
kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu
alat atau tanpa melakukan observasi. Metode
khusus yang dimaksud merupakan langkah-langkah seorang ilmuwan dalam memperoleh
pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh Pengembangan Pembelajaran IPA SD
19 berdasarkan gejala-gejala alam. Pengetahuan berupa teori yang diperoleh
melalui hasil perhitungan atau pemikiran tidak akan bertahan kalau tidak sesuai
dengan hasil observasi, sehingga suatu teori tidak dapat berdiri sendiri. Teori
selalu didasari oleh hasil pengamatan. Planet
Neptunus tidak akan dapat ditemukan secara teoritis jika sebelumnya tidak ada
pengamatan yang menyaksikan suatu keanehan dalam lintasan planet lainya.
. Jika IPA merupakan suatu jenis
pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan cara yang khusus, maka cara tersebut
dapat berupa observasi, eksperimentasi, pengambilan kesimpulan, pembentukan
teori, eksperimentasi, observasi dan seterusnya. Cara yang demikian ini dikenal dengan metode ilmiah (scientific
method).
Sebagai
ilmu, IPA memiliki karakteristik yang membedakannya dengan bidang ilmu lain.
Ciri-ciri
khusus tersebut dipaparkan berikut ini:
a.
IPA mempunyai nilai
ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang
dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu
oleh penemunya. Contoh: nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar.
Artinya benda yang mengalami perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil
perubahan sudah tidak dapat dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami
perubahan atau tidak dapat dikembalikan ke sifat semula.
b.
IPA merupakan suatu
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh
munculnya “metode ilmiah” (scientific methods) yang terwujud melalui
suatu rangkaian ”kerja ilmiah” (working scientifically), nilai dan “sikapi
lmiah” (scientific attitudes) (Depdiknas, 2006).
c.
IPA merupakan
pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau
khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait
mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain
d.
IPA merupakan suatu
rangkaian konsep yang saling berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang telah
berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk
eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
e.
IPA meliputi empat
unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat berupa fakta,
prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui
metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis,
perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis
melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam
kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena
alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru
yang dapat dipecahkan melalui
prosedur yang benar
Karakteristik Utama IPA
Setiap
mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik sangat dipengaruhi oleh
sifat keilmuan yang terkandung pada
masing-masing mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan
menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara
siswa belajar antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki
karakteristik tersendiri untuk membedakan dengan mata pelajaran lain. Harlen (Patta
Bundu, 2006: 10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik utama Sains yakni: Pertama,
memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas
(kesahihan) prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat
dijelaskan secara hipotesis. Teori
dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan
yang ada. Kedua, memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang
memungkinkan penyusunan prediksi sebelum
sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji
kebenarannya. Ketiga, memberi makna
bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung
teori tersebut. Hal ini memberi penekanan
pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa
depan, serta pengertian tentang perubahan
itu sendiri.
Karakteristik
Materi IPA
Ilmu
Pengetahuan Alam secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam. James Conant
(Holton dan Roller, 1958) mendefinisikan IPA
atau sains (dalam arti sempit) sebagai “suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama
lain, dan ada yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi
dan observasi serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan
lebih lanjut”. Kemudian A.N. Whitehead (M.T.Zen, 1981) menyatakan bahwa sains dibentuk karena
pertemuan dua orde pengalaman Orde pertama didasarkan pada hasil observasi
terhadap gejala/fakta, dan orde kedua didasarkan
pada konsep manusia mengenai alam semesta. Dengan
demikian IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar dapat meningkatkan kecerdasan dan
pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh
dengan rahasia yang tidak ada habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu per satu, serta
mengalirnya informasi yang dihasilkan jangkauan
sains makin luas dan lahirlah sifat terapannya yaitu teknologi. Dari waktu ke
waktu jarak tersebut makin lama makin sempit sehingga semboyan “sains hari ini
adalah teknologi hari esok” merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan
kebenarannya oleh sejarah. Bahkan
kini ilmu
pengetahuan
dan teknologi telah manunggal menjadi budaya IPTEK yang saling mengisi. Jelas bahwa IPA termasuk mata
pelajaran yang harus ditekuni dan dikuasai
oleh para pemuda (siswa dan mahasiswa) karena merupakan fondasi teknologi. Pendidikan IPA selain terkait dengan
berbagai permasalahan yang ada di
lapangan juga harus mampu mengantisipasi masa depan yang senantiasa berubah dan berkembang. Keeton dalam
Djohar (1989) menyatakan bahwa perubahan
lingkungan yang terjadi sebagai akibat perkembangan IPTEK akan memberi umpan balik kepada perkembangan
budaya manusia, dan dalam kenyataannya
evolusi kultural manusia melaju lebih cepat daripada evolusi biologisnya. Pendidikan IPA
berkewajiban membiasakan anak didik menggunakan
metode ilmiah dalam mempelajari
IPA. Metode ilmiah merupakan gabungan
antara pendekatan induktif-empirik dengan pendekatan deduktifrasional. Kebenaran ilmiah bukan merupakan
kesimpulan rasional yang koheren dengan
sistem pengetahuan yang berlaku, melainkan juga harus sesuai dengan
kenyataan yang ada
(Jujun S. Suriasumanti, 1987).
Karakteristik
Belajar IPA
Berdasarkan
karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan.
Pemahaman
tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah.
Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang
dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses
perolehan fakta yang didasarkan pada Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah
memiliki karakteristik tersendiri.
Uraian
karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut.
a. Proses belajar
IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai
macam gerakan otot. Contoh, untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu
melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati
perubahan ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot
untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan
benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh data
pengukuran kuantitatif yang akurat. Misalnya data panjang awal benda sebelum
dipanaskan dan data panjang akhir benda setelah dipanaskan dalam kurun waktu
tertentu. Proses ini melibatkan alat indra untuk mencatat data dan mengolah
data agar dihasilkan kesimpulan yang tepat.
b. Belajar IPA
dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik). Misalnya, observasi,
eksplorasi, dan eksperimentasi. Termasuk teknik manakah yang Anda gunakan
ketika Anda belajar fenomena gerak jatuh bebas? Mengapa demikian?
c. Belajar IPA
memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu pengamatan. Hal ini dilakukan
karena kemampuan alat indera manusia itu sangat terbatas. Selain itu, ada
hal-hal tertentu bila data yang kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan
dengan indera, akan memberikan hasil yang kurang obyektif, sementara itu IPA
mengutamakan obyektivitas. Misal, pengamatan untuk mengukur suhu benda
diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu termometer. Alat bantu ini membantu
ketepatan pengukuran dan data pengamatannya dapat dinyatakan secara
kuantitatif. Jika pengukuran dilakukan berulang-ulang dengan tingkat ketelitian
yang sama maka data yang diperoleh akan sama. Jika pengukuran dilakukan dengan
panca indera saja, maka data yang diperoleh akan berbeda-beda dan datanya
bersifat kualitatif karena didasarkan pada hal-hal yang dirasakan orang yang
melakukan pengukuran mungkin
keadaan panas benda yang sama, dirasakan oleh dua orang atau lebih yang
berbeda, hasilnya berbeda-beda pula sehingga data yang diperoleh tidak
obyektif..
d. Belajar IPA
seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah (misal seminar, konferensi
atau simposium), studi kepustakaan, mengunjungi suatu objek, penyusunan
hipotesis, dan yang lainnya. Kegiatan tersebut kita lakukan semata-mata dalam
rangka untuk memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang benar-benar obyektif.
Contoh, sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan kebenaran, maka
temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional,
atau bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan
dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
e. Belajar IPA
merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan,
bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati
obyek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun
penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara
yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain. Keaktifan dalam
belajar IPA terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik atau hands-on
dan aktif berpikir atau minds-on (NRC, 1996:20). Keaktifan secara
fisik saja tidak cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus memperoleh
pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar IPA.
Para
ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA
seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif,
psikomotorik, dan afektif. Hal ini dikuatkan dalam kurikulum IPA yang
menganjurkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah melibatkan siswa dalam
penyelidikan yang berorientasi inkuiri, dengan interaksi antara siswa dengan
guru dan siswa lainnya.
Melalui
kegiatan penyelidikan, siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai sumber, siswa menerapkan materi IPA untuk
mengajukan pertanyaan, siswa menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah, perencanaan, membuat keputusan, diskusi kelompok,
dan siswa memperoleh asesmen yang konsisten dengan suatu pendekatan aktif untuk
belajar. Dengan demikian, pembelajaran IPA di sekolah yang berpusat
pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah persepsi
tentang guru yang selalu memberikan informasi dan menjadi sumber pengetahuan
bagi siswa (NRC, 1996:20).
Ditinjau dari isi dan pendekatan kurikulum pendidikan
sekolah tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang berlaku saat ini
maupun sebelumnya, pembelajaran di sekolah dititikberatkan pada aktivitas
siswa. Dengan cara ini
diharapkan pemahaman dan pengetahuan siswa menjadi lebih baik. Ke-nyataan di
lapangan, aktivitas siswa sering diartikan sempit. Bila siswa aktif
ber-kegiatan, walaupun siswa sendiri tidak mengetahui (merasa pasti) untuk apa
ber-buat sesuatu selama pembelajaran, maka dianggap pembelajaran sudah
menerap-kan pendekatan yang aktif. Proses pembelajaran IPA di sekolah
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini disebabkan
karena IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan.
Di
tingkat SD/MI diharapkan pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Karakteristik
Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
Menurut
Piaget (Sugihartono, dkk, 2008: 109), tahap perkembangan berpikir anak dibagi menjadi empat tahap yaitu:
1.
Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
2.
Tahap praoperasional (2-7 tahun)
3.
Tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan
4.
Tahap operasional formal (12-15 tahun)
Berdasarkan
uraian di atas, siswa kelas IV Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap operasional konkret
dalam berpikir. Anak pada masa operasional
konkret sudah mulai menggunakan operasi mentalnya untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual.
Anak mampu menggunakan kemampuan
mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret.
Kemampuan berpikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan
memecahkan masalah. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) membagi masa anak-anak
di Sekolah Dasar menjadi dua fase yaitu masa anak kelas rendah (kelas I sampai
dengan kelas 3), dan masa anak kelas tinggi (kelas 4 sampai dengan kelas 6). Masa anak kelas rendah berlangsung
antara usia 7-9 tahun,
sedangkan masa anak kelas tinggi berlangsung antara usia 9-12 tahun. Kelas IV Sekolah Dasar tergolong
pada masa anak kelas tinggi.
Anak
kelas tinggi Sekolah Dasar memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Perhatian tertuju pada kehidupan
praktis sehari-hari.
2) Ingin tahu, ingin belajar, dan
berpikir realitas.
3) Timbul minat kepada
pelajaran-pelajaran khusus.
4) Anak memandang nilai sebagai ukuran
yang tepat mengenai prestasi belajarnya
di sekolah.
5) Anak-anak suka membentuk kelompok
sebaya atau peergroup untuk bermain
bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk kelas IV Sekolah Dasar termasuk berada pada
tahap operasional konkret
dan termasuk pada kelompok
kelas tinggi. Anak kelas IV Sekolah
Dasar berpikir secara realistis, yaitu berdasarkan
apa yang ada di sekitarnya.
Hal yang perlu diperhatikan oleh guru IPA, bahwa
anak pada tahap operasional konkret masih sangat
membutuhkan benda-benda konkret
untuk membantu pengembangan kemampuan intelektualnya. Oleh karena itu,
guru seharusnya selalu mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari siswa dengan
benda-benda konkret yang ada di lingkungan sekitar. Salah satu kegiatan
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk dapat mempelajari segala sesuatu yang
bersifat konkret adalah pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan alam
sebagai sumber
belajar.
Hakikat
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut
Syaiful Sagala (2010: 61), pembelajaran ialah membelajarkan
siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar,
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran
merupakan komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai
pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis
(1993: 12) menyatakan bahwa
mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran.
Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi
proses mengajar dan proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung hanya
dalam satu arah, melainkan dari berbagai
arah (multiarah) sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dari berbagai sumber belajar yang ada.
Ilmu
Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA
menjadi penting. Struktur kognitif
anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Anak perlu dilatih dan diberi
kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan
dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah.
Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006: 12) didefinisikan oleh Paolo dan
Marten yaitu sebagai berikut: mengamati
apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa
yang akan terjadi, menguji bahwa
ramalan-ramalan itu benar. Menurut Sri Sulistyorini (2007: 8), pembelajaran IPA
harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan
cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada
anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan,
menyimpulkan, mengkomunikasikan
sendiri
berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De Vito, et al. (Usman
Samatowa, 2006: 146), pembelajaran
IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan,
membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu
tentang
segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang
diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa
belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari. Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E.
Kaligis (1993: 7),
pembelajaran
IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segi proses, produk, dan pengembangan sikap.
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
sebisa mungkin didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat
dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang
tidak semata-mata bergantung pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi,
eksperimen, dan analisis rasional.
Dalam
hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi data.
Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-penemuan baru yang menjadi produk IPA. Jadi
dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya
diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi siswa dituntut untuk aktif menggunakan
pikiran dalam mempelajari
gejala-gejala
alam. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E.
Kaligis (1993: 6),
Tujuan
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:
1.
Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan
buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang
terkandung di dalamnya;
2.
Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa “keterampilan proses” atau
metode ilmiah yang sederhana;
3.
Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya,
serta menyadari kebesaran penciptanya;
4.
Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Tujuan
pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau
Kurikulum 2006 adalah agar peserta
didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses
untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5) Meningkatkan kesadaran untuk
berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk
menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep
dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa,
2010: 111). Dengan demikian pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar dapat melatih
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta
bertindak secara rasional dan kritis terhadap
persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya.
Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin
disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa Sekolah
Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
A. Kesimpulan
IPA merupakan mata pelajaran yang harus
diajarkan pada tingkat pendidikan dasar serta harus ditekuni dan dikuasai oleh
siswa, karena sains (IPA) merupakan fondasi teknologi.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah yang berjudul Karakteistik
Pembelajaran IPA, saya sangat mengharapkan kritikan dan saran dari teman-teman
sekalian guna untuk pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Uny. Karakteristik pebelajaran ipa. (Online) (http://eprints.uny.ac.id/9741/5/BAB%202%20-%2008108244136.pdf). Di Akses 11 maret 2018.
Karakteristik Pembelajaran IPA. (Onlne). (http://repository.upi.edu/1665/6/S_PGSD_0902817_chapter3.pdf) Di Akses 11 Maret 2018
Karakteristik Pembelajaran IPA dan Hakikat IPA. (Online).
Pembelajaran IPA DI Sekolah Dasar. (Online).
(http://staffnew.uny.ac.id/upload/132306624/pengabdian/PEMBELAJARAN+IPA+di+SEKOLAH+DASAR.pdf) Di Akses 11 Maret 2018
Komentar
Posting Komentar